Pendekar Binal bagian 1

Jian Feng, setiap orang yang bertelinga di dunia Kangouw (persilatan) niscaya pernah mendengar nama “si mahacakap” ini, begitu pula nama Yan Nan Tian, si jago pedang nomor satu di dunia persilatan. Setiap insan persilatan yang bermata,  tentu juga berhasrat melihat wajah Jian Feng yang sangat tampan serta ingin menyaksikan ilmu pedang milik Yan Nan Tian, yang tiada bandingannya di kolong langit ini.

Setiap orang pun tahu bahwa tiada seorang gadis di dunia ini yang sanggup menahan senyuman Jian Feng dan juga tiada jago silat yang mampu melawan pedang sakti Yan Nan Tian. Semua orang percaya bahwa pedang Yan Nan Tian sanggup mencabut nyawa seorang panglima di tengah-tengah pasukannya dan dapat membelah seutas rambut menjadi dua, sedangkan senyuman Jian Feng mampu menghancurluluhkan hati setiap orang perempuan.

Akan tetapi pada saat itulah lelaki yang paling cakap di dunia ini justru sedang lari terbirit-birit demi seorang perempuan. Dengan pakaian yang sederhana dan kumal Jian Feng sedang mengendarai sebuah kereta kuda rongsokan dan menyusuri sebuah jalan yang sudah lama telantar dan tidak terinjak kaki manusia. Dalam keadaan demikian, siapa pun takkan percaya bahwa dia inilah Jian Feng, si mahacakap, si rupawan yang romantis dan menggiurkan hati setiap gadis itu.

Panas terik sinar sang surya dalam bulan ketujuh, menyengat kulit. Waktu itu sudah dekat senja, namun manusia dan kudanya masih kegerahan oleh hawa yang panas itu. Jian Feng ternyata tidak menghiraukan badannya yang sudah basah kuyup air keringat, ia masih terus mencambuki kudanya agar berlari terlebih kencang.

Suasana sunyi senyap, hanya terdengar berdetaknya kuda lari dan gemertuk roda kereta diselingi menggeletarnya cambuk. Tiba-tiba suara ayam berkokok memecah kesepian. Sungguh aneh, dari mana datangnya ayam berkokok di jalan telantar menjelang senja ini?

Berubah air muka Jian Feng, sorot matanya yang tajam memancar jauh ke depan sana, terlihat seekor ayam jantan besar menongkrong di atas dahan pohon reyot di tepi jalan tanpa bergerak sedikit pun. Jenggernya yang merah indah kereng serta bulunya yang beraneka warna itu tampak berkilau-kilau. Mata ayam jantan itu pun seakan-akan memancarkan sinar yang jahat dan mengerikan. Muka Jian Feng bertambah pucat, mendadak ia menarik tali kendalinya. Kuda itu meringkik panjang dan kereta pun berhenti.

Ada apa?” tanya sebuah suara lembut dan manis dari dalam kereta.

Jian Feng ragu-ragu sejenak, jawabnya kemudian dengan menyeringai, “Ah, tidak apa-apa, tampaknya kita kesasar.” Segera ia memutar balik keretanya dan dikaburkan ke arah datangnya tadi. 

Terdengar ayam jantan berkokok pula seakan-akan lagi mengejeknya. Dengan gelisah Jian Feng mencambuk kudanya sehingga berlari lebih cepat. Akan tetapi, belum lagi seberapa jauh, sekonyong-konyong ia menghentikan keretanya, sebab di tengah jalan melintang sesosok tubuh gemuk besar. Bukan tubuh manusia melainkan tubuh babi raksasa. Sungguh aneh, dari mana datangnya babi sebesar ini di jalan telantar dan lama tak terinjak manusia ini? Padahal baru saja keretanya lalu di sini tanpa kelihatan secuil daging babi, tapi sekarang seekor babi besar, benar-benar seekor bulat, melintang di situ.

Engkau kesasar lagi bukan?” terdengar pula suara lembut tadi dari dalam kereta yang jendelanya dan pintunya tertutup rapat itu.

Aku ... aku ....” Jian Feng tergegap dengan butiran keringat memenuhi dahinya.

Untuk apa kau dustaiku?” ujar suara lembut manis itu dengan menghela napas perlahan.
Sudah sejak tadi kutahu.

Kau tahu?” Jian Feng menegas dengan tersipu-sipu.

Ketika mendengar kokok ayam tadi, sudah kuduga pasti orang ‘Cap-ji-she-shio’ hendak merecoki kita. Supaya aku tidak khawatir, maka kau dustai aku, betul tidak?

Sungguh aneh,” kata Jian Feng dengan gegetun. “Padahal perjalanan kita ini sedemikian rahasia, mengapa mereka bisa tahu? ... Tapi ... tapi engkau jangan khawatir, urusan apa pun akan kuhadapi.

Kau salah lagi,” kata orang di dalam kereta dengan suara halus, “sejak hari itu aku sudah ... sudah bertekad sehidup semati denganmu, bahaya apa pun yang akan terjadi juga harus kita hadapi bersama.

Tapi keadaanmu sekarang ....

Tidak menjadi soal, aku merasa baik-baik saja.”

Baiklah, dapatkah engkau turun dan berjalan? Kedua arah jalan ini sudah diberi tanda peringatan, tampaknya terpaksa kita harus meninggalkan kereta dan menyusuri ladang belukar ....
Mengapa kita harus meninggalkan kereta ini?” ujar orang dalam kereta. “Kalau mereka sudah berhasil membayangi kita dan sulit meloloskan diri, biarlah kita tunggu saja di sini. Meski nama Cap-ji-she-shio terkenal kejam, kita juga tidak perlu gentar terhadap mereka.

Aku hanya khawatir ... khawatirkan engkau ….” Jian Feng ragu-ragu. 

Ia tahu kemampuan sang kekasih, tapi ia pun tahu siapa “Cap-ji-she-shio”, yakni ke-12 lambang kelahiran yang digunakan sebagai nama julukan oleh 12 gembong penjahat yang akhir-akhir ini terkenal sangat kejam dan ganas di dunia Kangouw. Dari ke-12 lambang kelahiran itu (tikus, kerbau, harimau, kelinci, naga, ular, kuda, kambing, kera, ayam jago, anjing dan babi) tampaknya yang baru muncul adalah si ayam jago dan babi.

Begitulah orang dalam kereta berkata pula dengan tertawa, “Jangan khawatir, tidak menjadi soal bagiku.

Tiba-tiba wajah Jian Feng juga menampilkan senyuman mesra, katanya perlahan, “Dapat bertemu dengan dirimu, sungguh sangat beruntung bagiku.

Yang benar-benar beruntung adalah diriku,” ujar orang dalam kereta dengan tertawa merdu.

Kutahu, di dunia Kangouw ini entah betapa banyak anak perempuan yang mengagumi diriku bahkan iri padaku, sebab mereka ….

Belum habis ucapannya, sekonyong-konyong kuda meringkik dan berjingkrak. Angin senja meniup silir-semilir, tapi binatang ini merasakan adanya petanda buruk. Babi yang menggeletak di tengah jalan tadi mendadak membalik tubuh, kokok ayam terdengar pula di kejauhan, cuaca senja berubah menjadi suram seakan-akan tercekam oleh suasana yang sunyi dan rawan.

No comments:

Post a Comment