Pendekar Binal bagian 4

Nah, apakah kalian kenal gerak tangan yang kugunakan ini?” tanya perempuan muda itu dengan tertawa sambil mengerling lawan-lawannya.

Dengan suara gemetar Hek Bian Kun berseru, “Ih Hoa Ciap Giok (mencangkok bunga menyambung kemala), setan malaikat sukar menandinginya ....

Jika sudah tahu, tentunya sekarang kalian percaya aku ini bukan barang tiruan,” ucap perempuan muda itu.

Ya, hamba ... hamba pantas mam ... mampus ... sungguh pantas mampus” segera Hek Bian Kun menampar muka sendiri hingga belasan kali, mukanya yang hitam mirip moncong babi seketika bertambah bengkak.

Ai, betapa pun aku harus berbuat bajik demi anakku,” kata perempuan muda itu dengan menghela napas. “Baiklah, kalian ... kalian boleh pergi.

Tanpa disuruh untuk kedua kalinya, lari Hek-bian-kun dan begundalnya itu sekali ini terlebih cepat daripada tadi, hanya sekejap saja bayangan mereka pun sudah menghilang. Tapi di tengah remang-remang cuaca itu, bagai setan iblis saja, ada sesosok bayangan orang juga berkelebat di kejauhan, mengejar ke arah rombongan Hek Bian Kun.

Melihat musuh sudah menghilang, legalah hati Jian Feng, ia berpaling dan dengan gegetun berkata, “Untung kau turun tangan dan membuat jera mereka, kalau tidak ....” mendadak ia melihat air muka perempuan itu berubah, seperti menahan rasa sakit, tubuh gemetar dan dahi penuh keringat dingin. 

Cepat ia bertanya dengan khawatir, “Hei, kenapakah engkau?

Pe ... perutku sakit, agaknya jabang bayi dalam perut bergerak, mungkin ... mungkin akan ....

Jian Feng menjadi kelabakan. “Wah, bagaimana baiknya ini?” katanya dengan gelisah.

Lekas bawa keretamu ke tepi jalan, lekas ... lekas!” desis si perempuan dengan suara serak.

Dengan tergopoh-gopoh Jian Feng menghalau keretanya ke tengah semak rumput di tepi jalan, kuda meringkik, Jian Feng tiada hentinya mengusap keringat, akhirnya ia pun menyusup ke dalam kereta.

Sejenak kemudian, pintu kereta yang sudah hancur itu tertutup oleh kain baju. Terdengar suara keluhan terputus-putus di dalam kereta. “Kakak Jian Feng, sungguh aku takut ... takut sekali.

Tidak perlu takut, tabahkan hatimu ... sebentar lagi semuanya akan beres.

Tapi aku ... aku takut, kakak Jian Feng, peganglah ... peganglah tanganku, peganglah yang erat .... “

Ya, ya ... tanganku terasa lemas juga. Tabahlah, sabar ... sabar ....

Suara keluhan yang menahan rasa sakit itu berlangsung sekian lama, tiba-tiba dari dalam kereta tersiar suara tangis jabang bayi yang keras lantang.

Selang sejenak pula, terdengar seruan Jian Feng yang kegirangan, “Hei, anak kembar ... kembar dua ....

Lewat agak lama, dengan mandi keringat dan penuh rasa gembira Jian Feng menerobos keluar kereta. Tetapi ke mana tatapnya sampai, seketika ia melongok kaget. Ternyata rombongan Hek-bian-kun yang lari sipat kuping tadi kini sudah berdiri pula di depan kereta, dengan sorot mata yang dingin mereka mengawasi Jian Feng tanpa berkedip.

Sebisanya Jian Feng bersikap tenang, tapi tidak urung air mukanya berubah pucat, tanpa terasa ia berucap, “Ka ... kalian kembali lagi?!

Hehe, Tuan muda Jian terkejut ya?” si jengger ayam menyeringai ejek.

Apakah kalian ingin mampus?!” gertak Jian Feng.

Hahahaha! Ingin mampus? ....” Hek Bian Kun terbahak-bahak.

Memangnya kalian belum kapok terhadap kelihaian ilmu Siu Giok Kok, Istana Yi Hua?” bentak Jian Feng pula.

Hehe, Jian Feng, kukira kau tidak perlu berlagak pilon,” jengek Hek Bian Kun. 
Kita tahu sama tahu, yang dikehendaki kedua Putri dari Istana Yi Hua saat ini justru adalah jiwa kalian berdua dan bukanlah kami.

Keringat meleleh melalui hidung Jian Feng yang mancung itu terus merembes ke mulutnya, namun bibirnya terasa kering, ia menjilat bibir, lalu berkata dengan tertawa, “Haha, kukira kalian sudah gila, masakah kedua putri dari Istana Bunga menginginkan jiwaku? .... aha, apakah kau tahu siapa yang berada di dalam kereta ini?

Huh, siapa yang berada di dalam kereta? Memangnya kau sangka aku tidak tahu? Dia tidak lebih adalah budak pelarian dari Istana Yi Hua , memangnya kau ingin menggertak kami?” demikian jengek si jengger ayam.

Tergetar hati Jian Feng, walaupun ia berusaha tetap tertawa, namun lebih tepat dikatakan menyengir.

Hek Bian Kun terkekeh-kekeh, katanya, “Tuan muda Jian Feng terkejut lagi bukan? Mungkin kau ingin tanya dari mana kami tahu urusan ini? Hehe, inilah rahasia besar, betapa pun kau tak dapat menerka dan juga tidak pernah membayangkannya.

Ya, memang betul inilah rahasia, rahasia besar. Bahwasanya Jian Feng sengaja kabur meninggalkan rumahnya justru disebabkan ingin menghindari pengejaran kedua Kiongcu (putri) dari Ih Hoa Kiong (Istana Yi Hua).Rahasia ini boleh dikatakan tidak diketahui oleh siapa pun kecuali dia sendiri dan istrinya, tapi sekarang orang-orang dari Bandit 12 Shio ini justru mengetahui juga. Dari manakah mereka mendapat tahu?

No comments:

Post a Comment