Pendekar Binal bagian 13

Putri Lian Xing menjerit perlahan dan memburu maju, dilihatnya golok yang tadi telah menancap ke dalam hulu hati Jian Feng, tamatlah riwayat sang lelaki mahacakap itu. Bulan sabit sudah menongol di cakrawala dengan cahayanya yang setengah remang. 

Putri Lian Xing berlutut mematung, hanya angin meniup mengembus rambutnya yang halus itu, lama dan lama sekali barulah ia bergumam, “Dia ... dia sudah mati ... akhirnya keinginannya terkabul juga, tapi … tapi bagaimana dengan engkau? ....” 

Mendadak ia bangkit dan menghadapi sang kakak, yaitu Putri Yao Yue dan berteriak, “Ya, bagaimana dengan kita?

 “Tutup mulutmu!” jawab Putri Yao Yue tak acuh.

 “Aku justru ingin bicara!” seru Putri Lian Xing “Apa yang telah kau peroleh dengan tindakanmu ini? … engkau hanya membuat mereka semakin  saling mencintai, membuat mereka semakin benci padamu!” 

“Plak”, belum habis ucapannya pipinya telah ditampar sekali oleh sang kakak. 

Putri Lian Xing tergetar mundur dua langkah.

Kau ... kau ....” Ia tergegap sambil meraba pipinya. 

Kau hanya tahu mereka benci padaku, tapi apakah kau pun tahu betapa benciku padanya? Kubenci dia hingga darah menetes dari tubuhku ....” Mendadak ia menyingsing lengan bajunya dan berteriak pula, “Lihatlah ini!

Di bawah sinar bulan yang remang, lengannya yang putih mulus itu ternyata penuh bintik-bintik merah. 

Putri Lian Xing melengak, tanyanya, “Ini ... ini ... sebab apa ini?” 

inilah bekas tusukan jarum yang kulakukan sendiri,” teriak Putri Yao Yue dengan penuh emosi. 

Sejak mereka kabur, aku menjadi benci, aku dendam dan menyakiti diriku sendiri dengan tusukan jarum, setiap hari aku menyiksa diriku sendiri untuk mengurangi rasa derita batin. Semuanya ini apakah kau tidak tahu ... apakah kau tidak tahu? ....

Sampai akhirnya suaranya menjadi gemetar dan setengah terisak.

Melihat lengan kakaknya yang penuh bintik merah berdarah itu, semula Putri Lian Xing melenggong, tapi mendadak ia menubruk ke dalam pelukan Putri Yao Yue dengan air mata bercucuran, katanya dengan suara tersedu, “O, tak kuduga bahwa … bahwa Kakak juga menahan penderitaan batin sehebat ini.” 

Sambil merangkul pundak adiknya, Yao Yue menengadah dan berucap dengan rasa hampa, “Ya, betapa pun aku juga manusia, juga perempuan, aku pun berperasaan seperti perempuan lain, aku pun mendambakan cinta, tapi aku pun bisa iri, cemburu, dendam dan benci ....” 

Cahaya sang dewi malam yang lembut menyinari rangkulan dua bayangan tubuh menggiurkan. Kini mereka bukan lagi kedua putri agung dari Yi Hua Gong yang disegani dan dihormati melainkan dua gadis biasa yang bernasib malang seperti orang kebanyakan yang harus dikasihani. 

O, Kakak, baru sekarang … baru sekarang kutahu, engkau ....” Putri Lian Xing bergumam pula. 

Tapi Yao Yue lantas mendorongnya dan membentak, “Diam!

Setelah tenangkan diri, Putri Lian Xing berkata pula dengan rasa pedih, “Kakak, sudah lebih dua puluh tahun baru sekarang engkau merangkul diriku, biarpun Kakak tetap benci padaku, namun ... namun hatiku sudah puas.” 

Yao Yue tidak memandangnya lagi barang sekejap, dengusnya, “Lekas turun tangan!

 “Turun ... turun tangan? Terhadap … terhadap siapa?” “Siapa lagi? Kedua orok itu!” kata Yao Yue dengan nada kaku dingin. 

Kedua anak itu?” Lian Xing menegas dengan tergegap. “Tapi mereka baru ... baru saja dilahirkan, masakah Kakak ....

 “Pokoknya anak mereka tak boleh ditinggalkan!” ujar Yao Yue.

 “Jika anak mereka tidak mati, asal teringat olehku mereka ini adalah anak Jian Feng dan budak hina itu, tentu aku akan menderita, aku akan menderita selama hidup. Nah, lekas turun tangan!

Aku ... aku tidak tega, Kakak, tidak tega turun tangan!” 

Baiklah, biar aku sendiri yang melakukannya!” dengan gesit Yao Yue memungut golok di tanah, sekali sinar golok berkelebat, secepat kilat lantas menyambar ke arah kedua jabang bayi yang tidur nyenyak di dalam kereta.

Mendadak Putri Lian Xing merangkul tangan sang kakak sekuatnya sehingga ujung golok cuma sempat menggores sejalur luka pada wajah salah satu anak itu. Seketika orok itu terjaga bangun dan menangis. 

Kau berani merintangi aku?” bentak Yao Yue gusar.

Kakak, kupikir ... kupikir ....” suara Lian Xing setengah meratap.

Lepaskan tanganmu! Kau berani merintangi aku? Memangnya kau sendiri ingin mampus?” 

Maksudku bukan merintangi tindakanmu, kak,” tiba-tiba nada Lian Xing berubah. “Justru mendadak aku mendapatkan suatu gagasan bagus yang jauh lebih bagus daripada kita membunuh kedua anak ini.” 

Yao Yue merandek ragu, akhirnya ia bertanya, “Apa gagasanmu?” 

Bukankah merasuk tulang, benci Kakak terhadap budak hina itu? Juga benci Kakak pada anak Jian Feng itu kukira tidaklah berkurang. Nah, apa faedahnya jika kita membunuh kedua anak yang tidak tahu apa-apa ini? Pada hakikatnya sekarang pun mereka tidak kenal apa artinya menderita.” 

Habis, bagaimana jika kita tidak membunuh mereka?” 

Agar benar-benar dapat melampiaskan dendam kita, kedua anak ini harus dibuat menderita dan sengsara selama hidup, dengan demikian, walaupun anak Jian Feng dan budak hina itu sudah mampus juga, takkan tenteram di akhirat.” 

Sorot mata Yao Yue menatap dingin kepada adiknya, “Mengapa sikapmu berubah terhadap mereka?

No comments:

Post a Comment