Pendekar Binal bagian 18

Setelah meninggalkan kedai arak tadi dengan diikuti si pemuda muka pucat, lelaki kumal tadi terus menyusuri jalan batu satu-satunya itu. 

Setiba di ujung jalan sana, si pemuda cepat menyusulnya dan menyapa dengan suara tertahan, “Tuan Yan, bukan?” 

Lelaki itu memang betul Yan Nan Tian adanya. Tanpa menoleh ia menjawab, “Apakah kau ini suruhan Jian Feng?”

“Benar,” jawab pemuda pucat itu, “hamba Jian Qin, pembantu pribadi Tuan Jian Feng.” 

“Mengapa baru sekarang kau tiba di sini?” mendadak Yan Nan Tian menoleh dan menegur dengan bengis. 

Sorot matanya yang tajam bagai berkelebatnya kilat di malam gelap itu membuat pemuda yang bernama Jian Qin itu bergidik. 

“Hamba ... hamba khawatir dikuntit musuh, terpaksa ... terpaksa menempuh perjalanan waktu malam,” tutur Jian Qin dengan munduk-munduk. “Apalagi ... apalagi kemampuan hamba teramat rendah sehingga tidak mampu berjalan cepat.”

Sikap Yan Nan Tian berubah rada tenang, sorot matanya berubah guram pula, katanya, “Tuanmu mengirim berita padaku dan minta kutunggu dia di sini tanpa menjelaskan sebab musababnya. Tapi kuyakin pasti menyangkut satu urusan sangat penting dan gawat, sebenarnya apa persoalannya?” 

“Entah sebab apa mendadak Tuan Jian (Jian Feng) memulangkan semua kawan hamba, hanya hamba seorang yang disuruh tinggal, kemudian hamba diperintahkan ke sini menemui Tuan Yan untuk memohon Tuan Yan menjemput majikan kami di jalan lama itu, konon ada urusan penting akan dibicarakan berhadapan nanti. Melihat gelagatnya, agaknya majikan kami ingin ... ingin menghindari pencarian musuh dan sebagainya.”

 “O, benar begitu?” Yan Nan Tian tampak tergerak perasaannya. “Mengapa dia tidak mengatakan padaku sebelumnya? Ai, tindak-tanduk Jian Feng selalu ceroboh, padahal biarpun musuh tangguh, bagaimana pun juga masakah kami bersaudara harus takut?!” 

“Ucapan Tuan Yan memang tepat,” ujar Jian Qin. 

“Sudah berapa lama majikanmu berangkat dari rumah?” tanya Yan Nan Tian. 

“Jika tiada halangan apa-apa, saat ini seharusnya sudah berada di tengah perjalanan kemari.” 

“Mengapa  kau tidak segera datang ke sini” ujar Yan Nan Tian dengan membanting kaki. “Apabila terjadi ....” 

Pada saat itulah tiba-tiba ada seorang berseru, “Pendekar Yan ... Pendekar Yan ....” tertampaklah beberapa orang berlari datang, seorang paling depan tampak gesit dan tangkas, itulah dia Ketua Shen yang kecil-kecil cabai rawit itu. 

Yan Nan Tian berkerut kening, katanya dengan tak acuh, “Apakah kau ini Ketua umum gabungan biro expedisi Zhen Yuan, Wei Yuan dan Ling Yuan?” Shen Qin Hong? Yang berjuluk Bunga Melayang di Langit, Turun Tanpa Suara?

“Benar, itulah hamba adanya,” jawab Shen Qin Hong sambil memberi hormat.

 “Maaf, Pendekar Yan, tadi anak buah hamba ternyata buta semua dan tidak mengenali anda....” 

“Hahaha!” Yan Nan Tian tertawa, “Tadi kudengar mereka bicara tentang penyair Liu Tai Bai dan ilmu pedang segala, aku menjadi geli dan dongkol pula. Karena itu aku sengaja mengakali beberapa peser duit mereka agar mereka kapok dan kelak tidak sembarangan membual.” 

“Ya, ya, mereka itu memang pantas mampus,” berulang-ulang Shen Qin Hong mengiakan.

 Mendadak Yan Nan Tian berhenti tertawa dan bertanya dengan sikap kereng, “Apakah kedatanganmu ingin menemui aku?”

 “Benar, kedatangan hamba khusus ingin menemui Pendekar Yan,” jawab Shen Qin Hong.

“Dari mana kau tahu aku berada di sini?” tanya Yan Nan Tian bengis.

 “Sebenarnya hamba sedang menghadapi jalan buntu, syukur mendapat petunjuk seorang tetua, katanya dalam dua hari ini Pendekar Yan pasti akan menunggu seseorang di sini, makanya hamba cepat menyusul ke sini.”

 “O, rupanya gara-gara si setan pemabukan itu,” ujar Yan Nan Tian dengan tersenyum. 

Waktu ia berpaling, ia menjadi geli ketika dilihatnya Lei berdiri di sana dengan lesu sambil menjinjing sepotong pedang buntung karatan tadi, dengan tertawa ia lantas menegurnya, “Kukira kau pasti penasaran atas kejadian tadi, bukan?”

 “Sesungguhnya hamba … pedang itu  hamba beli ....”

Belum habis Lei menyatakan rasa penyesalannya, segera Shen Qin Hong membentaknya, “Lebih baik tutup mulutmu dan jangan bikin malu. Masakah kau tidak tahu bahwa tanpa memegang pedang juga Pendekar Yan lebih lihai daripada menggunakan pedang karatan itu. Biarpun besi tua atau benda apa pun, asalkan dipegang Pendekar Yan pasti juga berubah menjadi senjata yang ampuh dan sangat tajam.”

No comments:

Post a Comment