Pendekar Binal bagian 20

Cuaca remang-remang. Di tengah cuaca senja sunyi itu, berkelebatnya bayangan Yan Nan Tian, hampir sukar diikuti oleh pandangan orang awam. Di jalanan lama yang penuh semak rumput belaka itu sunyi senyap, bulan sabit sudah menongol di ufuk timur, cahaya remang-remang ini semakin menambah suramnya suasana yang lelap ini. 

Bayangan Yan Nan Tian masih terus meluncur ke depan dan tiada sesuatu yang dilihatnya, ia bergumam sendiri, “Aneh, Adik Jian sudah dalam perjalanan, mengapa tak terdengar ....” 

Pada saat itulah mendadak dua titik hitam berkelebat melayang ke sana, remang-remang kelihatan seekor burung walet sedang dikejar seekor alap-alap. Tampaknya burung walet itu sudah kepayahan, terbangnya rendah dan jelas sukar lolos dari cengkeraman alap-alap itu. 

Yan Nan Tian merasa penasaran, bentaknya, “Kurang ajar, kau pun tiada ubahnya seperti manusia jahat yang suka menindas yang kecil ....”.

Serentak tubuhnya terus meleset ke depan laksana anak panah cepatnya dan menampar alap-alap ganas itu. Tapi sekali berkelebat, tahu-tahu Yan Nan Tian menubruk tempat kosong, sebaliknya lantas terdengar suara mencuit si burung walet, nyata walet itu telah tercengkeram oleh cakar alap-alap. 

“Kurang ajar! Masakah kau mampu lolos dari tanganku lagi!” bentak Yan Nan Tian dengan gusar sambil menubruk maju pula, sekali hantam dari jauh, kontan burung alap-alap yang sudah mulai melayang ke udara itu terjungkal ke bawah oleh angin pukulan yang dahsyat. 

Sekali meraup Yan Nan Tian menangkap tubuh alap-alap yang terjungkal ke bawah itu, ia berhasil menyelamatkan burung walet yang kecil itu dari cengkeraman elang alap-alap. Namun walet itu kecil lagi lemah dan sudah terluka parah sehingga tidak sanggup terbang lagi. 

“Walet sayang, kau takkan mati, jangan khawatir,” gumam Yan Nan Tian sambil duduk di tanah rumput, ia memberi obat luka pada burung walet itu.

 Obat luka dari pendekar besar itu sudah tentu sangat mujarab. Dengan perlahan Yan Nan Tian mengelus-elus walet itu, sejenak kemudian barulah ia lepaskan burung itu dan terbanglah pergi dengan bebas. Sementara itu burung alap-alap tadi sudah diremas mati oleh Yan Nan Tian.

 “Hahaha!” Yan Nan Tian tertawa puas. “Beribu tael emas murni tak dapat menunda waktuku, tapi untuk menolong jiwa seekor walet kecil ternyata dapat menahan perjalananku.” 

Setelah tertawa puas, kembali ia melayang ke depan dengan Ginkang (peringan tubuh) yang tinggi. Tidak lama kemudian, sekonyong-konyong terdengar berkumandangnya suara tangisan bayi dari kejauhan.

 “He, jangan-jangan Adik Jian sudah mempunyai anak?” gumam Yan Nan Tian dengan girang. 

Dia melesat terlebih kencang menuju ke arah suara tangisan bayi itu. Maka tidak lama kemudian dapatlah dia melihat keadaan yang mengerikan, mayat yang bergelimpangan serta jenazah Jian Feng yang berlumuran darah. Yan Nan Tian menjerit terus menubruk ke sana, ia mendekap mayat Jian Feng dengan perasaan remuk redam.

2 comments:

  1. bener bener gokil ini sob cerita nya, judul nya juga unik pendekar binal hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahahahaha....terima kasih Taqorrub Tayhiap. Silakan membaca sepuasnya

      Delete