Pendekar Binal bagian 9

Sungguh mati, selama hidup si jengger ini tidak pernah ditanyai orang seperti anak kecil ini. Akan tetapi sekarang tiada jalan lain baginya kecuali menjawab dengan mengangguk-angguk, “Ya, takut ... takut, takut sekali.

 “Kalau takut, kenapa tidak minta ampun?” 

Tanpa disuruh lagi segera si jengger menyembah dan memohon dengan setengah menangis, “Ya, ampun Putri ....” 

Lian Xing mengerling hina, katanya kemudian dengan tertawa, “Jika jiwa kalian ingin kuampuni, sederhana juga caranya, asal saja kalian masing-masing memukul diriku satu kali.

 “Mana hamba berani,” cepat si jengger menjawab. 

Ya, betapa pun hamba tidak berani,” Hek Bian Kun menambahkan. 

Jadi kalian tidak ingin hidup?” tanya sang Putri dengan mendelik. 

Pertanyaan demikian selama ini biasanya diajukan oleh Hek Bian Kun dan Su-sin-khek kepada orang lain, dan bila perlu tanpa mendapat jawaban senjata mereka pun lantas menyambar dan habis perkara. Tapi sekarang justru pertanyaan ini diajukan kepada mereka sendiri. Keruan mereka menyengir serba susah. 

Tapi apa daya, mau tak mau mereka terpaksa menjawab, “Ya, hamba ingin hidup.” 

Kalau ingin hidup, nah, lekas pukul seperti kataku tadi!” 

Hek Bian Kun saling pandang sekejap dengan Su Sin Khek, akhirnya mereka terpaksa melangkah maju. 

Nah, memangnya kenapa mesti takut, pukul saja sesuka kalian, makin keras makin baik dan pasti takkan kubalas,” demikian Putri Lian Xing tertawa. 

Tetapi, kalau pukulan kalian terlalu ringan ... hm, awas!

Sungguh aneh bin heran, untuk mengampuni jiwa orang justru orang-orang itu disuruh memukulnya. Walaupun ragu-ragu, diam-diam si jengger membatin apa salahnya jika dia benar-benar menghantam sekuatnya, kalau sekali serangan dengan paruh ayamnya berhasil membinasakan orang, kan untung malah. Andaikan tidak berhasil juga tidak menjadi soal, bukankah sang putri sendiri yang  menyuruhnya menyerang? 

Sudah tentu Hek Bian Kun juga timbul pikiran yang sama, ia pikir betapa pun kepandaianmu, asal kau tidak menangkis dan membalas, sekali jotos tubuhmu pasti dapat kubikin peyot. Begitulah dua orang satu pikiran, serentak mereka menuruti perintah Putri Lian Xing, akan tetapi lagaknya masih pura-pura sungkan. 

Ayolah, tunggu apalagi?” omel Putri Lian Xing dengan tertawa. 

Mendadak Hek Bian Kun menubruk maju, kedua kepalan menghantam sekaligus dengan keras, ditambah lagi bobot tubuhnya yang beratus-ratus kati itu, tentu saja daya pukulannya bukan alang kepalang dahsyatnya. Akan tetapi di antara pukulan dahsyat itu justru membawa gerakan yang lincah dan gesit serta yang sukar diraba, pada detik terakhir barulah jelas arah yang menjadi sasarannya, yaitu hulu hati Putri Lian Xing. Pukulan ini merupakan intisari ilmu silat yang diyakinkan Hek Bian Kun, jurus ini bernama “Sin-tu-hoa-jio” atau si babi sakti sekuat gajah, dengan jurus pukulannya ini entah betapa banyak tokoh kalangan Kangouw telah dirobohkannya. 

Dalam pada itu Su Sin khek, si jengger ayam, secepat terbang juga melayang maju, senjata paruh ayamnya gemerlap mencocok berbagai Hiat-to di bagian dada Putri Lian Xing. Dengan sendirinya serangan si jengger ini pun merupakan jurus maut yang jarang digunakannya. Jurus ini bernama “Sih-keh-thi-sing” atau ayam berkokok di waktu subuh. Konon dengan jurus ini saja pernah sekaligus dia membinasakan delapan piausu (jago pengawal) dari perusahaan pengawal “Wi-bu-piaukiok”. 

No comments:

Post a Comment