Pendekar Binal bagian 40

Begitulah ia terus mengamuk, segala isi rumah itu diobrak-abriknya hingga berantakan. Namun penghuni Lembah Iblis seakan-akan sudah mampus seluruhnya, tiada seorang pun berani menongol. 

“Baik, ingin kulihat kalian akan sembunyi sampai kapan!” bentak Yan Nan Tian dengan murka sambil mengamuk sepanjang jalan.

 Tiba-tiba ia menerjang masuk sebuah rumah, “blang”, ia depak daun pintu rumah itu hingga roboh sebelah, di dalam rumah ada dua orang, mereka menjadi kaget melihat Yan Nan Tian menerjang masuk bagai orang gila, segera mereka hendak kabur. 

“Lari ke mana?” bentak Yan Nan Tian. 

Seperti kucing menerkam tikus, dengan cepat ia melompat maju, sekali meraih, punggung salah seorang itu kena dicengkeramnya. Kepandaian orang itu sebenarnya tidak lemah, tapi entah mengapa kini ia tak dapat berkutik sama sekali dan kena diangkat begitu saja seperti elang mencengkeram anak ayam. 

Di tengah gertakan Yan Nan Tian, sekali dorong, kontan kepala orang itu pecah berantakan menumbuk dinding. Keruan orang yang lain ketakutan setengah mati, kaki pun terasa lemas dan tidak sanggup lari lagi. “Bluk”, ia jatuh bersimpuh di tanah. 

Segera Yan Nan Tian mencomot kuduk orang itu sambil membentak, “Bangsat! Pergilah menyusul kawanmu!” 

“Nanti dulu, dengarkan perkataanku!” mendadak orang itu berteriak. 

“Apa yang hendak kau katakan?” tanya Yan Nan Tian, ia mengira orang akan memberitahukan di mana beradanya bayi yang hilang, sebab itulah ia menghentikan aksinya. 

Tak tahunya orang itu lantas bertanya malah, “Ada permusuhan dan dendam apa antara engkau dan aku, mengapa engkau berbuat sekeji ini?” 

“Penghuni Lembah Iblis adalah kawanan bangsat yang mahajahat, biarpun kubunuh habis juga takkan keliru!” bentak Yan Nan Tian gusar. 

“Benar!” seru orang itu. “Aku Wan Chun Liu dahulu memang betul orang jahat, tapi sudah lama aku memperbaiki diriku, mengapa kau ingin membunuhku pula? Ber ... berdasarkan apa engkau membunuh aku?” 

Sejenak Yan Nan Tian terkejut, gumamnya kemudian, berdasar apa aku membunuhnya? Mengapa aku tidak memberi kesempatan kepada orang lain untuk memperbaiki kelakuannya dan memperbaharui hidupnya?”

 Setelah termenung sejenak, tiba-tiba ia lepaskan pegangannya dan membentak perlahan, “Pergilah!” 

Cepat orang itu meronta bangun, tanpa menoleh lagi terus berlari pergi dengan langkah terhuyung. 

Sambil menyaksikan kepergian orang itu, Yan Nan Tian menghela napas panjang dan bergumam pula, 

“Apa gunanya membunuh orang yang tak bersalah? Wahai, Yan Nan Tian, Saudaramu Jian Feng hanya meninggalkan yatim piatu ini, jika kamu tidak bertindak dengan tenang dan menggunakan akal sehat, bisa jadi keturunan saudara angkatmu itu akan lenyap, biarpun kau bunuh habis segenap penghuni Lembah Iblis ini juga tiada gunanya lagi ….”

 Berpikir demikian, seketika api amarahnya padam. Segera ia pun menemukan berbagai keanehan di tempat ini. Ia lihat rumah ini sangat besar, sebuah ruangan yang penuh tertimbun macam-macam bahan obat-obatan. Selain itu ada belasan anglo dengan apinya yang sedang membara, setiap anglo itu ada perkakas masak sebangsa wajan, ceret serta alat lain yang berbentuk aneh dan tak diketahui namanya. Di dalam setiap perkakas masak itu tercium bau harum obat yang menusuk hidung. 

Yan Nan Tian sudah kenyang asam garam dunia Kangouw, pengalamannya banyak, pengetahuannya luas, terhadap ilmu pertabiban dan pengobatan juga tidak asing, pada waktu menganggur dia sering mencari bahan obat-obatan di lereng gunung dan pernah pula membuat beberapa macam obat luka menurut resepnya sendiri. Tapi sekarang bahan obat-obatan yang tertimbun di rumah ini, baik yang tertumpuk di pojok ruangan maupun yang sedang dimasak, paling-paling Yan Nan Tian hanya kenal dua-tiga jenis di antaranya, selebihnya hampir tak pernah dilihatnya. 

Baru sekarang ia terkejut, pikirnya, “Kiranya begini tinggi ilmu pertabiban Wan Chun Liu tadi, syukur aku tidak jadi membunuhnya. Jika dia tidak pernah menyesal pada kejahatannya yang dahulu dan tidak ingin memperbaikinya, tentu dia takkan susah payah mempelajari ilmu pengobatan yang bermanfaat bagi orang lain ini.” Bau harum obat yang dimasak itu semakin keras hingga akhirnya rumah itu penuh kabut asap dan menambah gaibnya rumah itu. 

Tiba-tiba sesosok bayangan orang berbaju hitam tampak melangkah datang menembus kabut asap itu. Langkah orang itu sedemikian ringan, begitu gesit, sepasang matanya juga mengerling lincah dan terang.

No comments:

Post a Comment