Anak itu ternyata bukan anak bayi yang diharapkan itu melainkan sebuah boneka belaka.
Namun sudah terlambat, seluruh rumah berjangkit suara mendenging, beratus-ratus bintik perak memancar ke arahnya bagai hujan. Suara mendesing senjata rahasia itu tajam lagi cepat serta kuat pula, jelas beratus-ratus senjata rahasia itu seluruhnya tersambit dari tangan kaum ahli dan bertekad harus membinasakan Yan Nan Tian.
Segenap pelosok rumah itu adalah sasaran berbagai macam senjata rahasia sehingga Yan Nan Tian benar-benar tidak diberi peluang untuk berkelit dan menghindar. Mendadak Yan Nan Tian bersuit nyaring, tubuh terus melayang ke atas, terdengarlah suara gemuruh, ia telah membobol atap rumah dan melayang keluar.
Di bawah terdengar suara nyaring riuh ramai, beratus-ratus senjata rahasia berserakan memenuhi lantai. Di balik bayang-bayang gelap sekeliling rumah segera terdengar jerit kaget berulang-ulang, belasan bayangan orang segera berlari simpang siur.
Kembali Yan Nan Tian bersuit panjang, laksana naga turun dari langit, mendadak ia menubruk dari atas. Terdengarlah suara gedebak-gedebuk disertai jeritan beberapa kali, seorang ditendangnya hingga mencelat ke tepi jalan, seorang dilemparkannya jauh ke tengah jalan, seorang lagi disodok hingga menerobos genting rumah. Semuanya kepala pecah dan otak berantakan. Namun sisanya masih sempat kabur, hanya sekejap saja lantas lenyap.
Berdiri di tengah jalan raya itu Yan Nan Tian berteriak dengan suara murka, “Main sergap, tapi bisakah kalian menjatuhkan diriku? Kalau ingin jiwa orang bermargaYan ini, ayolah keluar bertanding!”
Suara raungan murka Yan Nan Tian itu menggema angkasa dan tak hentinya menimbulkan kumandang dari jauh suara tantangan itu.
Dengan langkahnya yang tegap kuat Yan Nan Tian menyusuri jalan sambil mencaci-maki dan menantang. Namun Lembah Iblis itu seakan-akan tak berpenghuni lagi, tiada seorang pun yang berani menongol. Meski seorang diri, namun Yan Nan Tian telah membuat seluruh penjahat yang menghuni Lembah Iblis itu ciut nyali semua, sungguh gagah perkasa dan berwibawa.
Namun sedikit pun hati Yan Nan Tian tidak merasa bangga dan puas, sebaliknya ia merasa cemas, pedih dan murka. Meski langkahnya ringan gesit, namun perasaannya amat berat.
Sekonyong-konyong, entah sejak kapan, seluruh sinar lampu di Lembah Iblis itu padam semua. Walaupun ada cahaya rembulan dan bintang, namun lembah maut itu tetap gelap gulita dan menggetar sukma.
Mendadak seberkas sinar mengkilat menyambar dari balik pintu rumah sebelah, sebuah golok membacok sekuatnya. Serangan itu jelas berasal dari seorang jago silat terkenal, baik waktunya yang tepat, arahnya yang jitu, semuanya dilakukan dengan kena benar dan berkeyakinan kepala Yan Nan Tian pasti akan terbelah menjadi dua.
Di luar dugaan, Yan Nan Tian yang tampaknya sama sekali tidak tahu akan serangan itu, entah cara bagaimana, sekonyong-konyong tubuhnya dapat menyurut mundur sehingga golok itu menyambar lewat di depan hidungnya tanpa melukai seujung rambut pun.
“Trang”, saking kerasnya tenaga serangan itu hingga golok membacok tanah dan memercikkan api.
Secepat kilat tangan Yan Nan Tian terus membalik dan tepat mencengkeram pergelangan tangan penyergap itu sambil membentak bengis, “Keluar! Ingin kutanya padamu.”
Di luar dugaan. mendadak pegangan Yan Nan Tian terasa enteng, meski tangan orang itu kena ditariknya keluar, tapi melulu sebuah tangan berlumuran darah tanpa pemiliknya. Kiranya orang itu telah menebas mentah-mentah lengan kanan sendiri.
Keji amat dan tega benar hati orang itu. Bahkan suara mendengus saja tak terdengar sama sekali. Kejut, cemas, gusar dan gemas pula Yan Nan Tian, ia ambil goloknya dan buang lengan buntung itu, menyusul golok itu terus membacok, sebuah daun pintu kontan jebol. Namun di balik pintu tiada nampak bayangan seorang pun.