Pendekar Binal bagian 34

Sekonyong-konyong pandangan Yan Nan Tian terbeliak, di tengah-tengah lembah yang dikelilingi gunung-gunung itu mendadak timbul lapangan pelita secara aneh dan menakjubkan, begitu banyak titik-titik lampu hingga seperti bintang-bintang bertaburan di langit. 

Yan Nan Tian tahu di mana letak sinar lampu yang tak terhitung jumlahnya itu adalah “Lembah Iblis”, sarang berkumpulnya penjahat pelarian dari seluruh jagat ini. Biarpun hatinya sekeras baja, nyalinya sekuat besi, tapi menghadapi Lembah Iblis, tempat yang paling misterius dan paling berbahaya di dunia ini, mau-tak-mau timbul juga semacam perasaan aneh, serasa darahnya jadi mendidih dan mata berapi. 

Tanpa ragu kakinya tetap tegap melangkah ke depan sana. Dalam bayangan Yan Nan Tian tadinya, Lembah Iblis itu tentunya gelap gulita, seram dan menakutkan, tapi kini, sarang penjahat itu ternyata terang benderang oleh cahaya lampu. Namun cahaya lampu itu sama sekali tidak mengurangi keadaan misterius Lembah iblis itu, sebaliknya malah menambah kegaibannya yang sukar dilukiskan. Lantas, bagaimanakah sesungguhnya keadaan di Lembah iblis? 

Yan Nan Tian merasa denyut jantung sendiri pun bertambah keras, teka-teki akan segera terbongkar jawabannya. Di bawah cahaya lampu terlihat sebuah tugu batu berdiri tegak di tepi jalan dengan tulisan yang bersemboyan: “Masuk dan masuklah lembah ini, selamanya engkau takkan jadi budak”. 

Selewatnya tugu itu, jalanan mendadak menjadi datar, halus, di bawah cahaya lampu tampaknya licin laksana cermin. Namun Yan Nan Tian juga menyadari bahwa jalan yang halus licin ini juga jalan yang paling berbahaya di dunia ini. Setiap melangkah satu tindak terasa semakin dekat dengan bahaya dan kematian. 

Bukan hutan bukan gunung, Lembah iblis itu tampaknya lebih mirip sebuah kota kecil pegunungan. Deretan rumah berdiri di kedua sisi jalan, semua rumah dibangun secara indah, di balik pintu dan jendela tampak cahaya lampu sehingga suasana terasa aman tenteram. Tapi di tengah kota pegunungan yang aman tenteram itu sebenarnya tersembunyi betapa banyak perangkap yang telah mencelakai orang, betapa banyak tangan yang berlumuran darah manusia? Semua ini sukar diterka.

 Tangan Yan Nan Tian yang menarik kereta sudah berkeringat, kini ia sudah memasuki Lembah Iblis, setiap saat mungkin diserang secara keji dan mendatangkan maut baginya. 

Tiba-tiba dari depan sana ada orang datang. Seketika Yan Nan Tian waswas, ia tahu dalam sekejap ini mungkin akan terjadi pertarungan maut. Siapa duga kedua orang yang berpapasan dengan dia itu sama sekali tidak memandangnya, pakaian kedua orang itu sangat perlente, namun mereka lewat begitu saja di sebelah Yan Nan Tian. 

Dilihatnya orang di jalanan semakin banyak, akan tetapi tiada seorang pun yang memperhatikan dia. Keruan Yan Nan Tian menjadi ragu, heran dan sangsi. Sebab ia tahu pasti orang yang berlalu-lalang itu semuanya adalah penjahat yang tangannya berlumuran darah. Kalau orang-orang itu serentak melancarkan serangan padanya takkan membuatnya heran, tapi kini gerak-gerik orang-orang itu tiada sesuatu pun yang mencurigakan, inilah yang membuatnya ragu dan tak dapat meraba apa sebenarnya yang akan terjadi.

 Lembah Iblis yang dipandang sebagai lembah maut bagi setiap insan persilatan, kini baginya ternyata seperti memasuki sebuah kota yang makmur, aman dan tenteram. Pikiran Yan Nan Tian menjadi bingung malah dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Selama hidupnya entah betapa banyak persoalan pelik dan berbahaya yang telah dihadapinya, tapi belum ada sesuatu yang membuatnya bimbang seperti sekarang. 

Dalam kereta yang diseretnya itu terdengar suara tangisan bayi. Yan Nan Tian menghela napas, ia coba tenangkan diri. Dilihatnya di depan sana ada sebuah pintu yang terbuka. Dari dalam rumah itu terasa ada bau sedap makanan. Tanpa pikir panjang Yan Nan Tian menarik keretanya ke sana. Dengan langkah lebar ia masuk ke rumah itu. Ruangan yang indah dengan beberapa meja yang indah pula, dua meja di antaranya terdapat beberapa orang sedang minum arak sambil bersenda-gurau. Rumah ini seperti sebuah rumah makan, tapi jelas jauh lebih indah dan mewah daripada rumah makan umumnya. 

Dengan membopong bayi, Yan Nan Tian memilih salah sebuah meja dan duduk, dilihatnya rumah makan itu tiada sesuatu yang aneh, beberapa orang yang sedang minum arak itu berpakaian perlente dan bicara sewajarnya, sedikit pun tiada tanda-tanda bahwa mereka adalah penjahat yang pernah menghadapi jalan buntu dan terpaksa minggat ke lembah terpencil ini, sungguh aneh dan mengherankan Yan Nan Tian. 

Ia lupa bahwa manusia yang paling jahat, orang yang paling culas, pada lahirnya justru sukar ditemukan tanda-tanda khas itu. Kalau wajah mereka kelihatan bengis menakutkan sehingga orang yang melihatnya segera was-was akan segala kemungkinan, lalu kejahatan apa yang akan dapat mereka lakukan? Tentu akan gagal bukan? Hal ini sebenarnya sangat sederhana, namun jarang direnungkan oleh manusia dan tidak banyak yang paham. 

Tiba-tiba tirai pintu tersingkap dan masuklah seorang. Orang ini pendek gemuk, mukanya berseri-seri, senyum selalu dikulum, itulah tipe seorang pemilik rumah makan yang selalu harus ramah tamah terhadap tamunya. Sedapatnya Yan Nan Tian bersabar dan duduk di tempatnya. 

Tapi si gemuk berwajah bulat itu lantas mendekatinya serta menegur dengan memberi salam, “Selamat datang Tuan!”

No comments:

Post a Comment