Pendekar Binal bagian 21

Seperginya Yan Nan Tian yang disusul oleh Jian Qin, Shen Qing Hong ternyata, masih berdiri mematung di tempatnya. 

Dengan rasa khawatir Qian coba bertanya kepada pemimpinnya itu, “kapan kita akan menemui 12 Shio?” 

“Senja hari ini,” jawab Shen Qing Hong. 

“Jadi petang nanti?” Qian menegas dengan gentar. “Di ... di mana?”

“Di jalan depan sana!”

“Berapa ... berapa orang di antara mereka yang akan datang?”

“Yang menerima undangan adalah Hek-bian, Xu Xin, Hian-ko dan Ging-khek.”

“Jadi ... jadi si ayam, babi, kera dan anjing akan tampil sekaligus?” “Wah, Ketua, kukira ... kukira lebih baik kita pergi saja, kita hanya beberapa orang. ini, mungkin ... mungkin ....” 

“Hm, kalian boleh pergi,” dengus Shen Qing Hong.

“Tapi engkau, Ketua ....” 

“Pemilik barang telah mempercayakan harta bendanya padaku, mana boleh aku mengelakkan kewajiban, kalian ....” Shen Qing Hong tidak melanjutkan, tanpa menoleh ia terus melangkah ke depan sana. 

“Ketua ....” seru Qian sambil memburu, tapi baru dua tiga langkah sudah lantas berhenti. 

“Bagaimana? Kau tidak ikut?” tanya Lei. 

“Kakak Lei,” jawab Qian dengan suara tertahan. 


“Biarkan dia berjuang sendiri sesuai tugasnya, buat apa kita ikut mengantarkan nyawa?”

Lei menjadi gusar, dampratnya, “Keparat, binatang kau ... dasar pengecut, tidak nanti aku Lei Xiao Hu juga penakut seperti dirimu!” 

“Baik, baik aku memang pengecut, silakan kau menjadi pahlawan,” ujar Qian sambil menyeringai. 

“Keparat, baru sekarang benar-benar kukenal kalian ....” damprat Kakak Lei atau Lei Xiao Hu, sambil memaki ia pun menyusul ke arah sang Ketua, Shen Qing Hong. 

Shen Qing Hong sedang melangkah ke depan dengan perlahan, menuju ke ladang belukar yang sunyi di tengah remang. Langkahnya yang gesit enteng kini berubah menjadi berat seakan-akan kakinya diganduli benda beratus-ratus kati. 

Ketika mendengar suara tindakan orang dari belakang, tanpa menoleh ia lantas bertanya, “Apakah kau Lei Xiao Hu?” 

“Benar, Ketua,” jawab Kakak Lei. 

“Memang sudah kuduga hanya kau  saja yang akan menyusul kemari.” 

“Dengarlah Ketua ucapanku ini, biarpun mati aku pun rela. Meski Lei Xiao Hu adalah orang bodoh, tapi sekali-kali bukan manusia pengecut dan binatang yang tidak tahu budi. Tetapi Ketua, engkau ... kali ini ....” 

“Apakah kau heran karena aku tidak mengajak sahabat-sahabatku yang lain?” 

“Ya, begitulah,” jawab Kakak Lei.

 “Kawanan Bandit 12 Shio itu masing-masing memiliki ilmu saktinya sendiri-sendiri, jarang di antara kawan-kawan kita yang mampu mengalahkan mereka. Jika kuajak teman, sudah tentu mereka akan hadir mengingat jiwa setia kawan mereka, tapi apakah aku tega membuat susah kawan sendiri dan mengorbankan jiwa mereka secara sia-sia.”

“Ketua tetap Ketua, jiwamu yang luhur sungguh membuatku tunduk,” ujar Lei, 

“Sekalipun aku Lei Xiao Hu memiliki kepandaian setinggi Ketua, juga tidak mungkin mampu menjabat pemimpin umum dari gabungan tiga buah Biro Pengawalan besar, aku ....” 

Belum habis ucapannya, tiba-tiba terdengar suara anjing menggonggong. Ada anjing menggonggong atau lebih tepat mengaum bulan di waktu malam di tengah ladang belukar sebenarnya bukan sesuatu yang aneh, yang aneh adalah suara auman anjing ini lain daripada yang lain, suara gonggongan anjing ini mengandung rasa yang aneh dan menyeramkan.

Seketika air muka Kakak Lei berubah, katanya tergegap, “Jangan-jangan ... jangan-jangan ....” 

Belum habis ucapannya, serentak suara anjing menggonggong berjangkit di kota kecil tadi, sahut menyahut akibat auman anjing pertama tadi. Betapa pun besar nyali Lei tidak urung juga rada gemetar, tapi ketika dilihatnya sikap sang Ketua tidak gentar sedikit pun, mau tak mau ia pun menjadi tabah, katanya dengan menyeringai, “Tampaknya kawanan Bandit 12 Shio ini memang rada-rada aneh ....”

No comments:

Post a Comment